Mengapa Perlu Adanya Pendidikan Karakter?
Posted by' Haryanto, S.Pd onDecember 5, 2012
Pendidikan karakter adalah suatu hal yang saat ini ditekankan dalam pendidikan di Indonesia. Nah dalam saya muncul berbagai pertanyaan tentang pendidikan karakter. Diantaranya yaitu Mengapa
perlu pendidikan karakter? Apakah ”karakter” dapat dididikkan? Karakter
apa yang perlu dididikkan? Bagaimana mendidikkan aspek-aspek karakter
secara efektif? Bagaimana mengukur keberhasilan sebuah pendidikan
karakter? Siapa yang harus melakukan pendidikan karakter?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut kembali diperkuat oleh kebijakan yang menjadikan pendidikan karakter
sebagai ”program” pendidikan nasional di Indonesia terutama dalam
Kementerian Pendidikan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu II.
”Pendidikan karakter” bukanlah hal baru dalam sistem pendidikan nasional
Indonesia. Untuk menjawab semua tentang pendidikan karakter mari kita
bahas satu persatu.
1. Mengapa perlu pendidikan karakter?
Ada beberapa penamaan nomenklatur untuk
merujuk kepada kajian pembentukan karakter peserta didik, tergantung
kepada aspek penekanannya. Di antaranya yang umum dikenal ialah:
Pendidikan Moral, Pendidikan Nilai, Pendidikan Relijius, Pendidikan Budi
Pekerti, dan Pendidikan Karakter itu sendiri. Masing-masing penamaan
kadang-kadang digunakan secara saling bertukaran (inter-exchanging), misal pendidikan karakter juga merupakan pendidikan nilai atau pendidikan relijius itu sendiri (Kirschenbaum, 2000).
Sepanjang sejarahnya, di seluruh dunia
ini, pendidikan pada hakekatnya memiliki dua tujuan, yaitu membantu
manusia untuk menjadi cerdas dan pintar (smart), dan membantu mereka
menjadi manusia yang baik (good). Menjadikan manusia cerdas dan pintar,
boleh jadi mudah melakukannya, tetapi menjadikan manusia agar menjadi
orang yang baik dan bijak, tampaknya jauh lebih sulit atau bahkan sangat
sulit. Dengan demikian, sangat wajar apabila dikatakan bahwa problem
moral merupakan persoalan akut atau penyakit kronis yang mengiringi
kehidupan manusia kapan dan di mana pun.
Kenyataan tentang akutnya problem moral
inilah yang kemudian menempatkan pentingnya penyelengaraan pendidikan
karakter. Rujukan kita sebagai orang yang beragama (Islam misalnya)
terkait dengan problem moral dan pentingnya pendidikan karakter dapat
dilihat dari kasus moral yang pernah menimpa kedua
Sebagai kajian akademik, pendidikan karakter tentu saja perlu memuat syarat-syarat keilmiahan akademik seperti dalam konten (isi), pendekatan dan metode
kajian. Di sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat terdapat
pusat-pusat kajian pendidikan karakter (Character Education Partnership;
International Center for Character Education). Pendidikan karakter
berkembang dengan pendekatan kajian multidisipliner: psikologi, filsafat moral/etika, hukum, sastra/humaniora.
Sebagai aspek kepribadian,
karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh dari
seseorang: mentalitas, sikap dan perilaku. Pendidikan karakter semacam
ini lebih tepat sebagai pendidikan budi pekerti. Pembelajaran tentang
tata-krama, sopan santun, dan adat-istiadat, menjadikan pendidikan
karakter semacam ini lebih menekankan kepada perilaku-perilaku aktual
tentang bagaimana seseorang dapat disebut berkepribadian baik atau tidak
baik berdasarkan norma-norma yang bersifat kontekstual dan kultural.
Menurunnya kualitas moral dalam
kehidupan manusia Indonesia dewasa ini, terutama di kalangan siswa,
menuntut deselenggarakannya pendidikan karakter. Sekolah dituntut untuk
memainkan peran dan tanggungjawabnya untuk menanamkan dan mengembangkan
nilai-nilai yang baik dan membantu para siswa membentuk dan membangun
karakter mereka dengan nilai-nilai yang baik. Pendidikan karakter
diarahkan untuk memberikan tekanan pada nilai-nilai tertentu –seperti
rasa hormat, tanggungjawab, jujur, peduli, dan adil– dan membantu siswa
untuk memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan mereka sendiri.
2. Pengertian Pendidikan Karakter
Kata character berasal dari
bahasa Yunani charassein, yang berarti to engrave (melukis, menggambar),
seperti orang yang melukis kertas, memahat batu atau metal. Berakar
dari pengertian yang seperti itu, character kemudian diartikan sebagai
tanda atau ciri yang khusus, dan karenanya melahirkan sutu pandangan
bahwa karakter adalah pola perilaku yang bersifat individual, keadaan
moral seseorang?. Setelah melewati tahap anak-anak, seseorang memiliki
karakter, cara yang dapat diramalkan bahwa karakter seseorang berkaitan
dengan perilaku yang ada di sekitar dirinya (Kevin Ryan, 1999: 5).
Williams & Schnaps (1999) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai
“any deliberate approach by which school personnel, often in conjunction with parents and community members, help children and youth become caring, principled and responsible”.
Maknanya dari pengertian pendidikan karakter
yaitu merupakan berbagai usaha yang dilakukan oleh para personil
sekolah, bahkan yang dilakukan bersama-sama dengan orang tua dan anggota
masyarakat, untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau
memiliki sifat peduli, berpendirian, dan bertanggung jawab.
Lebih lanjut Williams (2000) menjelaskan bahwa makna dari pengertian pendidikan karakter tersebut awalnya digunakan oleh National Commission on Character Education (di
Amerika) sebagai suatu istilah payung yang meliputi berbagai
pendekatan, filosofi, dan program. Pemecahan masalah, pembuatan
keputusan, penyelesaian konflik merupakan aspek yang penting dari
pengembangan karakter moral. Oleh karena itu, di dalam pendidikan karakter semestinya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami sifat-sifat tersebut secara langsung.
Tujuh Alasan Perlunya Pendidikan Karakter
Menurut Lickona ada tujuh alasan mengapa pendidikan karakter itu harus disampaikan:- Merupakan cara terbaik untuk menjamin anak-anak (siswa) memiliki kepribadian yang baik dalam kehidupannya;
- Merupakan cara untuk meningkatkan prestasi akademik;
- Sebagian siswa tidak dapat membentuk karakter yang kuat bagi dirinya di tempat lain;
- Mempersiapkan siswa untuk menghormati pihak atau orang lain dan dapat hidup dalam masyarakat yang beragam;
- Berangkat dari akar masalah yang berkaitan dengan problem moral-sosial, seperti ketidaksopanan, ketidakjujuran, kekerasan, pelanggaran kegiatan seksual, dan etos kerja (belajar) yang rendah;
- Merupakan persiapan terbaik untuk menyongsong perilaku di tempat kerja; dan
- Mengajarkan nilai-nilai budaya merupakan bagian dari kerja peradaban.
3. Bagaimana Mendidik Aspek Karakter?
Pendidikan bukan sekedar berfungsi
sebagai media untuk mengembangkan kemampuan semata, melainkan
juga berfungsi untuk membentuk watak dan peradaban bangsa yang
bermatabat. Dari hal ini maka sebenarnya pendidikan watak (karakter)
tidak bisa ditinggalkan dalam berfungsinya pendidikan. Oleh karena itu,
sebagai fungsi yang melekat pada keberadaan pendidikan nasional untuk
membentuk watak dan peradaban bangsa, pendidikan karakter merupakan
manifestasi dari peran tersebut. Untuk itu, pendidikan karakter menjadi
tugas dari semua pihak yang terlibat dalam usaha pendidikan (pendidik).
Secara umum materi tentang pendidikan karakter
dijelaskan oleh Berkowitz, Battistich, dan Bier (2008: 442) yang
melaporkan bahwa materi pendidikan karakter sangat luas. Dari hasil
penelitiannya dijelaskan bahwa paling tidak ada 25 variabel yang dapat
dipakai sebagai materi pendidikan karakter. Namun, dari 25
variabel tersebut yang paling umum dilaporkan dan secara signifikan
hanya ada 10, yaitu:
- Perilaku seksual
- Pengetahuan tentang karakter (Character knowledge)
- Pemahaman tentang moral sosial
- Ketrampilan pemecahan masalah
- Kompetensi emosional
- Hubungan dengan orang lain (Relationships)
- Perasaan keterikan dengan sekolah (Attachment to school)
- Prestasi akademis
- Kompetensi berkomunikasi
- Sikap kepada guru (Attitudes toward teachers).
Otten (2000) menyatakan bahwa pendidikan
karakter yang diintegrasikan ke dalam seluruh masyarakat sekolah
sebagai suatu strategi untuk membantu mengingatkan kembali siswa untuk
berhubungan dengan konflik, menjaga siswa untuk tetap selalu siaga dalam
lingkungan pendidikan, dan menginvestasikan kembali masyarakat untuk
berpartisipasi aktif sebagai warga negara.
4. Peran Konselor dalam Pendidikan Karakter di Sekolah
Jika pendidikan karakter diselenggarakan
di sekolah maka konselor sekolah akan menjadi pioner dan sekaligus
koordinator program tersebut. Hal itu karena konselor sekolah yang
memang secara khusus memiliki tugas untuk membantu siswa mengembangkan
kepedulian sosial dan masalah-masalah kesehatan mental, dengan demikian
konselor sekolah harus sangat akrab dengan program pendidikan karakter.
Konselor sekolah harus mampu melibatkan
semua pemangku kepentingan (siswa, guru bidang studi, orang tua, kepala
sekolah) di dalam mensukseskan pelaksanaan programnya. Mulai dari
program pelayanan dasar yang berupa rancangan kurikulum bimbingan yang
berisi materi tentang pendidikan karakter, seperti kerja
sama, keberagaman, kejujuran, menangani kecemasan, membantu orang lain,
persahabatan, cara belajar, menejemen konflik, pencegahan penggunaan
narkotika, dan sebagainya. Program perencanaan individual berupa
kemampuan untuk membuat pilihan, pembuatan keputusan, dan seterusnya.
Program pelayanan responsif yang antara lain berupa kegiatan konseling
individu, konseling kelompok.
Nah demikianlah mengenai pendidikan karakter, begitu pentingnya pendidikan karakter
di negeri ini, untuk itu bagi para guru, konselor, dosen maupun orang
tua hendaknya senantiasa menanamkan karakter pada anak didiknya. Khusus
bagi konselor sekolah di Indonesia baik secara langsung maupun tidak
langsung berkewajiban menyelenggarakan program pelayanan yang bernuansa nilai-nilai pendidikan karakter.
Category: Artikel Pendidikan, Artikel Umum, Sekolah, Umum