Hakikat Tanggal 2 Mei
Setiap tahun bangsa ini memperingati hari pendidikan nasional atau hardiknas yang setiap tanggal 2 Mei selalu diperingati di seluruh penjuruh nusantara. Namun pernahkah kita telusuri dan kita tau rekam jejak dari peristiwa lahirnya hardikinas tersebut?
Jika kita tanya secara jujur para pejabat, terkhusus di lingkungan kementrian pendidikan nasional tentang sejarah lahirnya hardiknas tentu banyak pegawai yang tidak memahami dan tahu persis kapan pencetusan tanggal 2 Mei sebagai hardiknas. Mungkin pula para guru yang bukan mengajarkan pelajaran yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan sosial mereka juga tidak mengerti, belum lagi para siswa yang santer setiap tanggal 2 Mei di wajibkan untuk mengikuti upacara hardiknas, semua itu dilaksanakan karena sudah menjadi agenda tahunan dan kemendiknas selalu memberi dan mandat ke setiap jenjang atau satuan pendidikan untuk turut menyelenggarakan upacara hardiknas.
Hakikat dari memperingati hardiknas bukan semata-mata untuk mengingat dan mencatat besar-besar tanggal 2 Mei yang menjadi agenda tahunan, tetapi lebih dari itu kita tahu sejarah dan memahami hakikat dari pendidikan itu sendiri. Di dalam Undang-Undang Sisdiknas 2003 Bab III pasal 4 menjelaskan pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, kultur, dan kemajemukan bangsa. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian bila kita kaitkan pendidikan dewasa ini apakah semua masyarakat mulai dari pusat hingga ke pelosok desa sudah mendapatkan pendidikan secara adil? Rasanya hal ini belum terjawab dan terealisasi dengan baik. Antar kota-kota besar dengan daerah terpencil terjadi kesenjangan yang begitu mencolok. Pasilitas dan sarana yang ditawarkan oleh pemerintah selaku penyelenggara pendidikan ternyata jauh panggang dari api. Banyak sekolah-sekolah yang saat ini kondisinya memprihatinkan. Banyak anak bangsa yang harus rela berjalan kaki menempuh medan yang begitu mengancam keselamatan. Banyak sekolah yang kita pembelajaran mereka tidak konsentrasi karena kondisi bangunan sekolah yang hampir ambruk. Kondisi berbeda yang terjadi di daerah-daerah pusat kota sangat mencolok mereka menikmati pasilitas dan sarana yang lengkap.
Dalam amanat negara yang termaktub UUD 1945 bahwa tujuan dari negara Indonesia ialah "untuk mencerdaskan kehidupan bangsa", lantas negara telah menyiapkan anggaran pendidikan 20 persen dalam penyelenggaraan pendidikan, namun lagi-lagi anggaran sebesar itu hanya di korup oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Kualitas pendidikan di negeri ini tidak adanya perubahan. Belum lagi setiap ganti menteri ganti pula kurikulum, selain membingungkan siswa dan guru, orang tua pun ikut bingung. Setiap tahun belum selesai kurikulum yang baru, datang lagi kurikulum yang terbaruakan sehingga upaya-upaya yang dilakukan agara tercapai pendidikan yang diharapkan tidak mencapai target. Banyak siswa yang putus asa dan akhirnya ikut putus sekolah.
Belum lagi kurikulum yang diberlakukan tidak memihak pada upaya menjadikan murid-murid menjadi insan-insan yang beradab. Dewasa ini tidak dapat kita pungkiri dimana-mana terjadi abrasi moral dan karakter anak bangsa. Pendidikan ternyata belum memberi solusi dan jalan yang baik bagi siswa. Tawuran antara pelajar santer terjadi dimana-mana, siswa sudah tidak malu lagi jika ke sekolah dengan menghisap rokok, free sex, dan nilai-nilai asusila setiap saat menjadi berita hangat. Sedangkan sekolah-sekolah tertentu tidak memberi teladan kepada siswanya. Hanya mereka mengejar bagaimana bisa menyelesaikan tugas-tugas mengajar di kelas ketimbang memberi warna dan keteladanan yang baik. Ada istilah yang sering kita dengar, "Kalau guru Kencing berdiri, maka siswa akan kencing berlari," Belum lagi sekolah yang seharusnya menjadi back up terhadap segalah amoral siswa, ternyata lahir dari sekolah dan guru-gurunya sendiri seperti kasus yang menimpah JIS (Jakarta Internasional School) yang guru melakukan pelecehan seksual terhadap muridnya. Dan masi banyak kasus yang lain.
Sudahkah hardiknas mengokomodasi setiap permasalahan yang terjadi pada dunia pendidikan terkhusus di Indonesia? ataukah hardiknas hanya dimeriakan tanpa makna yang nyata. Hanya kitalah yang akan mengembalikan citra pendidikan Indonesia dewasa ini? sudahkah terjadi keadilan dalam institusi pendidikan?** Sulaiman Lussy
Category: Artikel Pendidikan, Artikel Umum, Sekolah
0 komentar