Anies Baswedan Jawab Pro Kontra Kurikulum 2013
Anies Baswedan  ;   Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
JAWA POS,  14 Desember 2014
 Kebijakan Mendikbud Anies Baswedan 
menjalankan secara terbatas Kurikulum 2013 (K-13) mengundang pro dan 
kontra. Mulai pengamat pendidikan, guru, kepala dinas pendidikan, sampai
 mantan menteri ikut berkomentar. Dalam wawancara khusus dengan Jawa Pos
 Sabtu (13/12), Mendikbud Anies bersikukuh dengan keputusannya. Apa 
pertimbangan pria yang di kantornya akrab dipanggil Mas Menteri itu?Apa sebetulnya alasan paling kuat dari keputusan Anda mengerem pelaksanaan K-13?
Kebijakan Mendikbud Anies Baswedan 
menjalankan secara terbatas Kurikulum 2013 (K-13) mengundang pro dan 
kontra. Mulai pengamat pendidikan, guru, kepala dinas pendidikan, sampai
 mantan menteri ikut berkomentar. Dalam wawancara khusus dengan Jawa Pos
 Sabtu (13/12), Mendikbud Anies bersikukuh dengan keputusannya. Apa 
pertimbangan pria yang di kantornya akrab dipanggil Mas Menteri itu?Apa sebetulnya alasan paling kuat dari keputusan Anda mengerem pelaksanaan K-13?
Kunci penerapan kurikulum itu ada pada
 guru. Kurikulum sebagus apa pun, jika gurunya belum siap, itu tidak 
baik. Kami memilih menjalankan K-13 secara terbatas untuk menyiapkan 
guru-guru. Untuk sekarang guru lebih siap menjalankan Kurikulum 2006. 
Karena sudah diterapkan bertahun-tahun.
Padahal, guru-guru kan sudah mengikuti pelatihan (K-13)?
Pelatihan guru yang ideal bukan 
seperti itu. Pelatihan guru bukan sekadar penataran seperti sekarang. 
Kalau hanya model penataran, laporan guru peserta pelatihan banyak, 
tetapi belum tentu semuanya bisa. Pelatihan guru harus komprehensif. 
Kami sudah menyiapkan skema barunya.
Guru peserta pelatihan awalnya tetap 
mendapatkan materi dalam forum penataran. Setelah itu guru menjalani 
praktik atau kita magangkan mengajar ala K-13 di sekolah-sekolah yang 
ditunjuk sebagai pilot project (6.221 unit). Jika sudah oke, guru itu 
kemudian kembali ke sekolahnya untuk mengajar K-13.
Jika seperti itu, implementasi K-13 secara luas bisa lama terwujud.
Sekolah pilot project yang 6.221 unit 
itu setara dengan 3 persen jumlah sekolah di Indonesia. Melalui sistem 
pelatihan berjenjang dan berbasis sekolah, targetnya dalam satu semester
 bisa naik menjadi 10 persen sekolah yang gurunya sudah mengikuti 
pelatihan K-13 dan siap mengimplementasikan. Setelah ada 10 persen 
sekolah itu, pelatihan dengan model duplikasi tersebut bakal terus 
berkembang dan dengan sendirinya akan genap 100 persen.
Jadi, kapan K-13 akhirnya diterapkan di semua sekolah di Indonesia?
Rujukan atau landasan yuridis 
implementasi K-13 adalah Peraturan Pemerintah (PP) 32/2013 tentang 
Standar Nasional Pendidikan. Di dalam pasal 94 PP 32/2013 itu diatur, 
penyesuaian kurikulum baru paling lambat tujuh tahun.
Ini berarti pemerintah yang dulu 
(Kabinet Indonesia Bersatu II) tahu persis bahwa implementasi K-13 tidak
 bisa cepat-cepat: setahun uji coba, tahun berikutnya langsung 
pemberlakuan secara menyeluruh. Perlu waktu untuk melakukan pelatihan 
supaya guru benar-benar siap.
Tapi, jangan khawatir, pada waktunya 
sekolah yang menerapkan K-13 bakal terus bertambah. Dalam setiap 
penambahan itu, kami lakukan di awal tahun pelajaran baru. Tidak lagi 
seperti sekarang, yang diputuskan di tengah tahun pelajaran.
Di luar guru, distribusi buku juga menjadi masalah. Apakah memang demikian?
Implementasi kurikulum itu bukan 
terkait dengan bagi-bagi buku. Buku itu bisa dibaca begitu saja. Paling 
utama tetap pada kesiapan guru yang membimbing anak-anak memahami 
buku-buku sesuai kurikulum yang berlaku.
Saat ini banyak pemda yang ngotot menjalankan K-13 untuk seluruh sekolah di wilayahnya. Apakah boleh?
Jangan terkecoh. Sikap pemda yang 
meminta tetap menjalankan K-13 secara menyeluruh tidak mutlak diambil 
dengan pertimbangan kesiapan sekolah. Menurut saya, sikap pemda seperti 
ini terkait dengan kontrak pemesanan buku. Pemda khawatir buku-buku itu 
sudah sampai di sekolah, uang sudah dibayar, tetapi buku tidak dipakai.
Saya tegaskan, jangan korbankan guru 
dan anak-anak untuk urusan-urusan seperti ini. Apalagi dikorbankan untuk
 urusan kontrak-kontrak buku, jangan. Saya sudah mengeluarkan surat 
edaran bahwa kontrak buku tetap dijalankan seperti biasanya. Meskipun 
yang berjalan efektif adalah Kurikulum 2006, pemesanan buku K-13 tetap 
jalan seperti yang direncanakan. Kewajiban pemda membayar uang pemesanan
 ke percetakan juga harus diselesaikan.
Kemudian, banyak sekolah di luar yang 6.221 unit itu meminta tetap menjalankan K-13 dengan alasan sudah siap. Apakah boleh?
Ketentuan yang saya keluarkan adalah 
sekolah yang sudah menjalankan K-13 selama tiga semester tetap 
melanjutkannya. Sedangkan sekolah yang baru menjalankan K-13 selama satu
 semester stop dulu. Kembali ke Kurikulum 2006.
Lalu, jika ada sekolah yang sudah 
menjalankan K-13 selama tiga semester, tetapi tidak masuk dalam 6.221 
unit sekolah, silakan mengusulkan ke Kemendikbud. Nanti kami cek apakah 
benar-benar layak untuk ikut menjadi sekolah pilot project.
Category: Artikel Pendidikan, Artikel Umum, Sekolah
 

 
 
 
 
 
 
 
 

0 komentar